Ibnu Ishaq berkata:
“Setelah Abdullah (bapa Rosululloh) selamat dari penyembelihan dengan dibayar dengan 100 ekor unta, maka Abdul Mutholib mengajaknya pergi. Saat berada dekat ka’bah datanglah seorang wanita dari Bani Asad bin Abdul Uzza, namanya Ummu Qottal binti Naufal bin Asad, dia adalah saudari Waroqoh bin Naufal.
Saat wanita tersebut melihat wajah Abdulloh, maka dia berkata: “Engkau mahu pergi ke mana wahai Abdulloh?”
Abdulloh menjawab: “Aku mau pergi bersama bapaku.”
Wanita itu pun berkata: “Aku akan memberimu unta sebanyak mana yang telah disembelih sebagai gantimu, tapi setubuhilah aku sekarang.”
Abdulloh berkata: “Aku sedang bersama bapakku dan aku tidak boleh menyelisihi serta berpisah dengannya.”
Selanjutnya Abdul Mutholib membawa Abdulloh menemui Wahb bin Abdu Manaf bin Zahroh (dia adalah bapa Aminah, ibunda Rosululloh) lalu dia menikahkan putrinya, Aminah dengan Abdulloh, dan saat itu Aminah adalah wanita Quraisy yang paling agung nasab dan kedudukannya.
Lalu Abdulloh pun menggaulinya dan Aminah pun menghamilkan Rosululloh. Kemudian, Abdulloh keluar menemui wanita yang menawarkan dirinya kemarin dan pada saat itu, wanita tersebut masih berada di tempat semula.
Abdulloh berkata: “Kenapa engkau tidak menawarkan dirimu sebagaimana yang engkau lakukan kemarin?”
Wanita itu menjawab: “Cahaya yang ada padamu kemarin telah hilang darimu, maka saya tidak mahu kepadamu lagi.”
Hal ini dilakukan oleh wanita tersebut karena dia mendengar dari saudaranya Waroqoh bin Naufal yang saat itu sudah memeluk agama nashroni, dia berkata bahwa akan muncul dari ummat ini seorang nabi dari keturunan Isma’il.
Akhirnya dari rahim Aminah binti Wahb lahirlah Rosululloh dengan nasab yang mulia, karena bapaknya adalah Abdulloh bin Abdul Mutholib, sedangkan Abdul Mutholib adalah pemimpin Quraisy, dan ibunya adalah wanita Quraisy yang mulia ditambah lagi dengan cahaya yang terdapat pada diri Abdulloh yang kemudian berpindah pada Aminah.
(Lihat Siroh Ibnu Hisyam 1/100 dengan sedikit diringkas)
KEMASYHURAN KISAH INI
Kisah ini sangat masyhur dan banyak dikisahkan terutama pada bulan Robiul awal yang merupakan bulan kelahiran Rosululloh. Dimana banyak orang yang merayakan acara maulid nabawi.
Dalam acara tersebut, sering kali dikisahkan dan bahkan hal ini sudah menjadi keyakinan mereka bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah Nur (cahaya) Muhammad, kemudian Allah meletakkanya pada rahim Hawa, kemudian nur inipun pindah dari satu rahim ke rahim lainnya dengan cara pernikahan yang mulia dan pada orang-orang yang mulia, sampai akhirnya sampailah kepada Abdulloh yang kemudian berpindah kepada Aminah, yang kemudian dari nur itulah lahir nabi Muhammad. Kisah inilah yang sering diistilahkan dengan perjalanan Nur Muhammad.
DARJAT KISAH
Kisah ini MUNKAR.
TAKHRIJ KISAH
Kisah ini diriwayatkan dari beberapa jalan:
-PERTAMA-
Kisah di atas diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Dala’ilun Nubuwwah 1/102, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Abdillah Al Hafidz, berkata: Telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad bin Ya’qub, berkata: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdul Jabbar, berkata: Telah menceritakan kepada kami Yunus bin Bukair dari Muhammad bin Ishaq berkata : – sebagaimana kisah diatas-
SISI KELEMAHAN SANAD HADIS INI
1. Di dalam sanadnya terdapat Ahmad bin Abdul Jabbar.
· Imam Adz Dzahabi berkata tentangnya: “Bukan hanya satu orang yang melemahkannya.”
· Ibnu Adi berkata: “Saya melihat para ulama sepakat atas kelemahannya; hanya saya sahaja yang tidak mengetahui hadisnya yang munkar.”
· Muthoyyin berkata: “Dia berdusta.”
· Abu Hatim berkata: “Dia bukan orang yang kuat.”
Kesimpulannya, dia adalah orang yang lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Taqrib Tahdzib, no: 64
2. Kisah ini bersumber dari Muhammad bin Ishaq, dan beliau meriwayatkan dalam Maghozi beliau tanpa sanad.
3. Matan kisah ini mudlthorib. Hal ini disebabkan tidak jelasnya nama wanita yang menawarkan dirinya pada Abdulloh (bapak Rosululloh), karena kalau dilihat dalam semua riwayat yang menceritakan kisah ini, maka akan ditemukan bahwa nama wanita ini berbeza-beza. Ada yang menyebutkan dengan nama Ummu Qottal, ada yang Laila al Adawiyyah, ada yang menyebutkan bahwa dia adalah seorang wanita dukun dari daerah Tubalah, ada lagi yang menyatakan bahwa dia adalah wanita dari Khots’am dan masih ada beberapa yang lainya.
4. Dalam kisah ini disebutkan bahwa Abdulloh datang lagi kepada wanita tersebut untuk berzina, dan ini bertentangan dengan kaedah umum tentang kesucian nasab para nabi.
-KEDUA-
Dari Ibnu Abbas berkata:
“Ada seorang wanita dari bani Khots’am menawarkan dirinya (untuk berzina) pada waktu musim haji. Dia adalah seorang wanita yang cantik. Dia datang untuk thowaf di baitullah sambil membawa sebuah barang seakan-akan ingin menjualnya. Lalu, dia mendatangi Abdulloh bin Abdul Mutholib (berkata Rowi: Saya sangka bahwa Abdulloh mengagumi kecantikannya).
Wanita itu berkata: “Demi Allah, saya sebenarnya tidak ingian berthowaf dengan membawa barang ini, dan saya pun tidak perlu kepada harganya. Yang saya inginkan hanyalah untu melihat kaum lelaki, adakah yang cocok buatku. Maka, kalau engkau menginginkanku, segeralah berdiri.”
Maka Abdulloh berkata: “Kau tunggu saja disini sehingga saya akan kembali.”
Lalu Abdulloh pergi dan menyetubuhi istrinya, yang akhirnya hamil Rosululloh. Tatkala dia kembali kepada wanita tersebut, maka dia berkata: “Kamu masih disini?”
Wanita itu bertanya kembali: “Siapakah kamu?”
Abdulloh menjawab: “Saya orang yang berjanji denganmu.”
Wanita itu menjawab: “Tidak, kamu bukan dia. Namun jika kamu benar-benar dia, maka tadinya saya melihat ada cahaya di wajahmu yang tidak lagi aku lihat sekarang.”
TAKHRIJ KISAH INI
Kisah ini diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Dala’ilun Nubuwah 1/107 berkata: “Telah mengkabarkan kepada kami Abu Abdillah Al Hafidz, berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi bin Qoni’, berkata: Telah menceritakan kepada kami Abdul Warits bin Ibrohim Al Askari berkata: “Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata: “Telah menceritakan kepda kami Maslamah bin al-Qomah dari Dawud bin Abu Hindun dari Ikramah dari Ibnu Abbas: -dengan riwayat di atas-
Kisah ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari jalan Hakim berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abdul Abqi bin Qoni’ dengan sanad diatas.”
SISI KELEMAHAN KISAH INI
Sanad ini pun LEMAH (DHA'IF) dari dua sudut:
1. Abdul Baqi bin Qoni’
· Ibnu Hazm berkata tentangnya: “Ibnu Sufyan dari kalangan Malikiyyah sama dengan Ibnu Qoni’ dari kalangan Hanafiyyah, ditemukan kedustaan nyata dalam hadits keduanya, sebagaimana juga ditemukan bencana yang sangat jelas, mungkin karena perubahan atau karena menukil dari para pendusta dan orang-orang yang lemah bahkan mungkin karena mereka berdua sendiri.”
2. Abdul Warits bin Ibrohim Al-‘Askari, dia seorang yang tidak dikenal.
-KETIGA-
Jalan ini diriwayatkan oleh Ath Thobari dalam Tarikh beliau 2/24 dan Abu Nu’aim dalam Dala’ilun Nubuwwah hlm 19 dan al Khoro’ithi dalam Al Hawatif dari sanad Ali bin Harb berkata: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Amaroh al Qurosyiberkata: “Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Kholid Az Zanji berkata: “Telah menceritakan kepada kami Ibnu Juroij dari Atho’ dari Ibnu Abbas dengan riwayat diatas.
DARJAT RIWAYAT INI
Riwayat ini pun LEMAH (DHA'IF), karena tiga sebab :
1. Muslim bin Khalid Az Zanji.
· Berkata Imam Bukhari di dalam Berkata Adl Dlu’afa’ ash Shoghir: 342: “dia Munkar hadis.” Sedang istilah munkar hadis bagi Imam Bukhari adalah bagi rawi yang tidak boleh diriwayatkan hadis darinya. (lihat Tadribur Rawi As Suyuthi 1/349)
· Dalam Mizanul i’tidal: 8485 disebutkan: Ibnul Madini berkata: “Dia tidak ada apa-apanya.”
· As Saji berkata: “Dia banyak salah dan dilemahkan oleh Abu Dawud.”
2. Muhammad bin Amaroh seorang yang tidak dikenal.
3. Ibnu Juroij seorang mudallis (pendusta), sedangan dalam riwayat ini beliau meriwayatkan secara an’anah (meriwayatkan dengan lafadz “an” (dari)” sedangkan telah difahami bersama dalam disiplin ilmu hadits bahwa seorang mudallis kalau meriwayatkan secara an’anah maka riwayatnya lemah.
· Ad Daruquthni berkata: “Sejelek-jelek tadlis adalah tadlisnya Ibnu Juroij, karena tidaklah dia melakukan tadlis kecuali kalau dia mendengar hadits dari orang yang lemah.”
-KEEMPAT-
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Thobaqot beliau 1/44 berkata: “Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyam bin Muhammad bin Sa’ib Al Kalbi dari bapaknya dari Abu Sholih dari Ibnu Abbas: -lalu mengisyarakan pada kisah ini dengan singkat-
DARJAT RIWAYAT INI
1. Riwayat ini SANGAT LEMAH (DHA'IF JIDDAN).
· As Suyuthi dalam Tadribur Rowi berkata: “Sanad yang paling lemah dari Ibnu Abbas ialah Muhammad bin Marwan As-Suddi dari Al-Kalbi dari Abu Sholih dari Ibnu Abbas.”
· Syaikhul Islam Ibnu Hajar berkata: “Ini adalah silsilah dusta bukan silsilah emas.”
· Al Jauzajani dan lainnya mengatakan bahwa al Kalbi adalah pensusta.
· Ad Daruquthni dan lainnya berkata: “Dia (Al-Kalbi) seorang yang ditinggalkan haditsnya.” (lihat Mizan: 7574)
· Ibnu Hibban dalam Al Majruhin 2/255 berkata: “Madzhab al-Kalbi serta kedustaannya sangat jelas, tidak perlu dipanjang lebarkan.”
-KELIMA-
Jalur ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Thobaqot 1/44. Beliau berkata: “Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyam bin Muhammad bin Sa’ib al Kalbi dari Abul Fayyadl al Khots’ami berkata: “Abdulloh bin Abdul Mutholib melewati seoang wanita dari bani Khots’am ….. (kemudian beliau menyebutkan kisah panjang, yang intinya hampir mirip dengan yang sebelum ini)
DARJAT KISAH INI
Kisah ini pun lemah sekali, karana dalam sanadnya terdapat Al-Kalbi di atas yang dikatakan oleh Al Jauzajani bahwa dia seorang pendusta.
-DARIPADA SUMBER SANAD YANG LAIN-
Kisah ini masih ada dua jalan lagi, tapi dalam sanadnya pun terdapat para pendusta dan orang-orang yang tidak dikenali.
KESIMPULAN TENTANG DARJAT KISAH INI
Dari paparan sanad kisah ini, maka dapat disimpulkan bahwa semua sanadnya dipenuhi dengan para pendusta, orang-orang lemah, orang yang tak dikenal dan yang semisalnya. Dengan ini maka kisah ini lemah dan tidak bisa dijadikan dasar dalam mempercayai kisah ini.
Kalau ada yang berkata: “Kenapa tidak dikataan bahwa kisah ini hasan, bukankah kalau sebuah hadits diriwayatkan denga banyak jalan, meskipun semuanya lemah, tapi karena banyak jalan maka terangkat menjadi hasan?”
Jawapan: Kerana kaedah terangkatnya sebuah sanad lemah karena dikuatkan oleh jalan lainnya tidak boleh diterapkan secara mutlak.
Al Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Datangnya sebuah hadits dari banyak jalan tidak memberi kesan mesti menjadi hasan, karena kelemahan sebuah hadits ini bertingkat-tingkat, ada yang tidak bisa dihilangkan kelemahannya dengan mutabaah (adanya jalan lain) seperti riwayatnya para pendusta dan orang yang ditinggalkan haditsnya.” (Lihat Ikhtishor ulumil Hadits hlm : 23)
Syaikh Al-Albani berkata: “Merupakan sesuatu yang masyhur dikalangan para ulama’ bahwa sebuah hadits apabila diriwayatkan dari banyak jalan, maka hadits tersebut menjadi kuat dan boleh dijadikan sebagai hujjah, meskipun satu persatu dari jalan tersebut lemah. Namun kaedah ini tidak berlaku secara mutlak , tapi hal ini hanya khusus bagi hadits yang sisi kelemahanya adalah kelemahan hafalan hafalan rowi, bukan karena tertuduh dalam kejujuran dan agamanya. Jika demikian maka hadits tersebut tidak boleh menjadi kuat meskipun diriwayatkan dari banyak jalan.” (Lihat Tamamul Minnah hlm : 31)
KELEMAHAN HADIS DARI SISI MATAN (TEKS HADIS)
Kalau kita perhatikan matan dari hadits inipun, akan kita dapatkan sisi kelemahan lain, kerana dalam hadits ini ada isyarat bahwa Abdullah iaitu bapa Rosulullah ingin berzina dengan wanita yang mengajaknya itu. Dan ini bertentangan dengan sesuatu yang sudah difahami bersama oleh semua kaum muslimin bahwa nasab para nabi itu suci dan mulia.
p/s: Penulis telah mengedit (memadam) sebahagian daripada teks asal tulisan ini kerana ada sebahagiannya yang bertentangan dengan kefahaman penulis (seperti pendapat berkisar samabutan Maulid Nabi s.a.w). Bagi sesiapa yang berhasrat mahu membaca keseluruhan teks asal bolehlah merujuk kepada link yang telah disediakan di atas.